Si Jago Merah

Tak bisa kulupa bau hangus terbakar begitu kental dan pekat menyesakkan paru, debu abu hitam yang sesekali bertebaran menemani langkahku diantara hitam legamnya pemandangan di seluruh ruangan dan segenap sudut2nya.
Kugeser bongkahan2 hitam, mencoba melihat, di antara kaca2 yang berserakan, bingkai2 foto keluarga yang hangus..... hampir tak ada yang luput dari dahsyatnya jilatan api.

Tertegun di depan  kamarku yang berada di lantai atas, beratapkan langit..... sebagai ganti atap rumah yang sudah raib ditelan api, dengan segala  yang sudah kusiapkan setelah pernikahanku, untuk dibawa ke tempat tinggal kami di luar kota, tak ada yang tersisa.....

ya…. habis sudah barang2 menjadi setumpuk onggokan hitam disana sini tanpa bentuk yang jelas..... hanya gaun pengantinku yang selamat  karena sudah langsung dikirim ke dry cleaning.

Musibah kebakaran yang melanda tempat tinggal orang tua kami terjadi selang beberapa hari setelah hari pernikahanku.

Bersama suami, ayah dan ibuku, kami ke Jawa Tengah mengunjungi eyang yang sudah sepuh dan tidak bisa menghadiri  acara pernikahanku, dengan rencana tinggal beberapa hari disana.
Siang itu kami menikmati makan bersama keluarga, ketika salah satu saudara datang menyampaikan kabar berita rumah kami kebakaran.

Perlu 5 jam perjalanan untuk pulang sampai ke rumah.... kami bergegas berangkat, dengan perasaan hati dan pikiran yang tak menentu.....
Papa masih menghibur mama yang terlihat kuatir memikirkan bagaimana kami tidur malam itu.....
“ndak apa2 nanti malam kita tetap tidur di rumah, seadanya saja, kotorpun ndak apa".....

Lepas magrib akhirnya tiba di jalan menuju kediaman kami, penuh sesak, begitu banyak orang, mobil pemadam kebakaran, mobil polisi, entahlah begitu banyak berjejal sampaikan sulit untuk mencapai tempat untuk parkir mobil.

Tertegun di keremangan malam, di antara sorotan lampu2 yang buram, dan bisingnya suara lalu lalang orang2 yang berkerumun tidak juga membubarkan diri.…

Tiada atap tersisa..... sang langit dengan sinarnya yang temaram masih mengijinkan kami melihat di bawah sini, bahwa sudah tak ada yang tersisa di dalam sana..... di balik tembok depan yang sudah lebih mirip kerangka masih berdiri di hadapan kami..... seolah menanti untuk mengucapkan kata perpisahaan terakhirnya.....

..... entah apa di pikiranku waktu itu, mungkin hanya takjub..... Kerabat, para tetangga, teman2 keluarga ada disana, menghibur dan menguatkan tanpa dapat menolehkan ketakjubanku.

Kami istirahat malam itu di rumah salah satu family, tentu tidak bisa tidur meskipun penat dan masih mencoba mencerna kenyataan yang terjadi sembari berserah tentunya.....

Dalam hening malam,... tak ada suara, ku berdoa; terimakasih Tuhan, puji syukur kami semua selamat dan sehat, tak terasa air mataku mengalir..... terngiang kata2 papa; nanti malam kita tetap tidur di rumah, seadanya saja, kotorpun ndak apa…. duh remuk hati ini.....

" Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan  tentang pengharapan  kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia"   

            Ibrani 10:23


Kami sudah harus kembali ke lain kota dimana kami bekerja, sementara orang tuaku masih tinggal beberapa lama sampai mendapat rumah kontrakan sementara.  

Hanya dalam penyertaan dan pertolongan Tuhan saja, semua dimampukan, rumah yang hancur habis dilalap si jago merah, bisa berdiri lagi, menjadi kediaman kami sekeluarga besar berkumpul berbagi ceria dan cinta.....

puji Tuhan.

" Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,   janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong   engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." 

  Yesaya 41:10 


Comments

Popular posts from this blog

Rest and Refresh Yourself

My Sweet Jambu Bol Jamaika

Planting Seeds in Life

Enjoying Bright Happy Days

A Walk In The Rain

My Sweet Petrea