My Beloved, Till We Meet Again
Kulayangkan tatapan kosong ke awan... cerahkah? biru bersih?..... keindahannya tak dapat menembus genangan air mata... mengaburkan penglihatan..... seakan langit runtuh, hancur luluh seperti hatiku di pagi kelam 10 tahun yang lalu.....
Satu persatu perlahan meninggalkan ruangan dimana Papa terbaring..... kugapai tangan kekar yang terkulai sudah menyelesaikan perjuangannya..... berkeriput tajam dimakan usia kerja kerasnya menopang kami..... kupegang erat dalam pelukan untuk terakhir kalinya.....
Sebagian diriku tak mau percaya, berharap bangun dari mimpi buruk..... sedih, kecewa, menyesal, takut, marah... kecintaanku diambilNya.....
"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."
Mazmur 34:18
Semua rasa simpati, alunan musik penuh penghiburan dan menguatkan dalam kasih, sangat kuhargai meski tak sepenuhnya dapat ditelan..... seperti ada sekat diantara dunia dan diriku yang masih coba mencerna 'kehilangan' ini..... bahkan tidak mengerti emosi2 yang campur aduk menyesakkan dada.....
Ketika coba berdiam diri, berdoa... keyakinanku seakan sirna diliputi kepedihan yang tak terkira membawa
pikiranku menguap tentang Tuhan..... kenapa manusia harus berpulang?... berulang muncul dalam benak meski aku belajar untuk tidak mempertanyakan apapun kehendakNya..... kuterima duka lara yang diijinkan terjadi.....
Meskipun tau jawaban atas pertanyaan2ku sendiri dan hanya kepada Tuhan saja bisa bersandar, tapi kemarahan melingkupi seluruh keberadaanku, tak bisa berbicara denganNya..... aku hanya mau mendekap kekasih hatiku selamanya.....
"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur."
Matius 5:4
Rencana berkumpul keluarga merayakan pernikahan emas ke 50 Papa Mama di tahun itu tinggal beberapa bulan lagi..... tapi Tuhan berkehendak lain, pertama kalinya terjadi dalam keluarga inti, Papa mendahului dipanggil pulang.....
Saat malam sunyi menjadi yang paling terasa sepi tanpa Papa, bergantian dengan kakak, menemani Mama karena kami tinggal di luar kota. Kuperhatikan Mama sangat tegar..... tidaklah mudah mengolah perubahan2 yang berkecamuk memenuhi bathin.....
Setelah 6 bulan, akhirnya aku bisa berdoa Bapa Kami, itu saja, setiap hari seperti minum obat untuk menyembuhkan sakit.....bulan berganti tahun, rinduku semakin menusuk mempengaruhi jiwa, aku berubah, hatiku jadi ciut..... tidak lagi berani mendekat dan memeluk 'cinta'..... terlalu menyakitkan.....
Terkadang ada saja melintas di telinga: "kok masih sedih aja? ayoo sudah waktunya 'move on' ?"..... mungkin dengan maksud baik tapi lebih bijak hindari mengucapkannya, malah sangat mengusik, maka janganlah membebani yang bersedih untuk berubah sesuai dengan pikiran dan tuntutan orang lain.
Perjalanan melalui kedukaan adalah personal dan unik bagi masing2..... tidak ada batasan berapa lama, kapan dan bagaimana harus menyikapi..... hanya hatinya yang dapat memahami kedalaman deritanya sendiri.....
Bebaslah meresapi dan jujur mengakui segala emosi..... serahkan pada Tuhan, supaya tidak terbawa menuruti perasaan melainkan bertumbuh darinya agar dapat mengikuti petunjuk Roh Kudus.
"Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu."
Yohanes 16:22
Di tahun ke 6 kusadari bahwa tak apa membawa duka-cita bersamaku, bukan hal yang harus dieliminasi..... tak mau lupa saat2 bersama Papa, akan kukenang selalu dan menjadi bagian dari hidup yang membuat suka-cita besertanya.....
Seiring berjalannya waktu, tidak pernah bisa melupakan kepedihan kita, tapi pasti dapat menanggung di dalam Dia yang setia menyertai sepanjang proses kita melakukan segala sesuatu untuk kesembuhan diri.
Bahkan ketika belum menyadari emosi2 yang ada, berapa jauh derita hati dan gejolak keimanan kita, Tuhan sudah lebih dulu tau bagaimana kita akan bereraksi dan ada disana membiarkan kepiluan kita alami, menghibur, memulihkan.....
Di tahun ke 10 ini, aku bersyukur Mama senantiasa ceria dan happy bersama keluarga yang semakin erat saling mengisi, aku sudah lebih dewasa mamaknai bahwa kesedihan dan penderitaan adalah bagian dari kelimpahan jiwa di dalam anugerah Tuhan.
Sakitnya ketika hancur,
kepingan2 luka kita memiliki nilai..... disana kita dikuatkan, diubah
ke bentuk yang Roh Kudus tetapkan, belajar meniti ketekunan, setia dan terus maju mengarahkan mata kepada Tuhan.
Kita beroleh berkat mengenal lebih dekat akan Bapa yang Maha Kuasa, memahami arti menjadi yang dicintai dan bagaimana mencintai dengan tulus, melalui kasih Papa pada kami.....
Till we meet again My Beloved.....
"Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
Wahyu 21:4
Comments
Post a Comment